Sunday, August 12, 2012
changes!
Sebenernya ga tau juga apa yang terjadi sama diri ini sekarang. Ngerasa banyak yang berubah dari sifat-sifat lama. Entah ini perubahan ke arah yang baik atau justru sebaliknya. Yang jelas paling berat untuk dihadapin sekarang adalah adaptasi diri sendiri dengan perubahan-perubahan ini. Kalau teman-teman dekat saya bilang, sekarang saya tampak jauh lebih sering diam. Ya, diam itu jadi langkah terbaik untuk netralisir perang batin di dalam diri, jadi salah satu factor yang akan menentukan berhasil atau ga adaptasi yang saya lakukan sekarang.
1. Rasa
Saya dibesarkan untuk selalu menggunakan logika dengan porsi yang selalu lebih besar dari rasa saat menghadapi sesuatu. Dan hal itu masih terus terjadi, tetapi beberapa bulan belakangan ini semua itu berubah. Ngadepin sesuatu lebih banyak pake rasa dan kadang keputusan yang diambil suka terlihat tidak terlalu logis. Bahkan kadang tindakan yang dilakukan pun ga masuk akal. Sebel sama ini sebenernya, karena sometimes saya melakukan hal-hal yang sebenarnya secara logika tidak perlu untuk dilakukan. Tapi banyak orang bilang saya terlihat lebih “manusia” dengan itu semua. Ini perubahan yang adaptasinya paling berat.
2. Teddy Bear
Kalau ada anak kecil yang selalu marah-marah kalo dibeliin boneka, itu saya. Berpuluh-puluh Barbie, teddy bear, dan boneka-boneka lainnya berakhir dengan keadaan mengenaskan di tangan saya. Ada yang habis bulunya, ada yang putus kakinya, ada yang sobek perutnya, dll. Hahaha. Tapi semua itu sedikit berubah beberapa bulan yang lalu. Sekitar 2 bulan yang lalu tepatnya. Randomly, tengah malem di kostan pengen banget punya teddy bear. Bukan teddy bear yang besar yang suka dipeluk-peluk itu. Buat saya cukup yang sebesar telapak tangan saja. Sebenernya sih kalo ini saya tahu alasannya kenapa saya pengen punya teddy bear. Alasannya Cuma 1, biar ada temen cerita. Kenapa ke teddy bear? Kenapa ga temen, pacar, atau keluarga? Karena alas an saya cerita tentang masalah saya sama siapapun atau apapun itu bukan karena saya ingin dapet saran atau apa. Saya Cuma mau memindahkan sebagian beban yang ada di dalem jadi keluar. Hehe so, cerita sama teddy bear kayanya akan lebih seru. Karena bisa cerita tanpa interupsi, tanpa wajah kasihan yang melihat gue, tanpa orang-orang yang berusaha memecahkan masalah gue dengan cara mereka.
Satu hal kenapa ini berat, hehe Cuma gengsi sih. Budaya mem-bully di keluarga saya kuat banget. Saya Cuma takut aja kalo beli teddy bear nanti di bully. Hehehe..
3. Jealous
So easy to get jealous. Bukan iri sama orang, tapi jealous dalam artian yang sebenarnya. Bahkan kadang jealous-nya suka ga pada tempatnya. Kadang jealousnya sama orang yang salah. Kasihan Galuh juga sih sebenernya kalo kaya gini terus. Walaupun gue adalah orang yang kalo jealous Cuma diem-diem dan pura-pura ga ada apa-apa.
4. Selfish
Ini sebenernya ga gue banget. Dari kecil gue terkenal sebagai anak kecil yang ga pernah mentingin kepentingan gue duluan, selalu mendahulukan orang lain. Tapi sekarang? Di beberapa waktu ada saatnya gue ga mau di nomer-dua-kan. Sebenernya ini perubahan yang paling gue ga suka. Atau mungkin ini akibat dari gue yang selama ini selalu mengalah? Ah sesegera mungkin ini harus hilang. Karena gue menyadari, kadang sikap gue ini bikin repot banyak orang.
Itu deh beberapa dari perubahan yang gue alami sekarang. Yang gue yakin sebenernya ada baiknya dan ada buruknya. Tapi mostly kayaknya buruk. Secara belakangan ini orang-orang lebih ribet ngurusin gue. Tapi gue beberapa kali tanya ke temen-temen gue, justru mereka bilang “itu yang menandakan kalo lo sekarang sedang berproses untuk menjadi seorang wanita”. Tapi gue pribadi ngerasa gue yang sekarang adalah orang paling menyebalkan sedunia. Apalagi buat orang-orang terdekat gue. Pasti nyebelin banget. Maaf ya ayah, ibu, adek-adek, Galuh, dll yang mungkin sering direpotin disusahin diresein dan kesel sama sikap gue ini.
Segera berbenah. Berbenah. Biar rapi lagi. Ambil yang baik, buang yang buruk. Semoga masih ada hari esok untuk terus berbenah diri.
Thursday, August 9, 2012
dokter
menjadi seorang dokter adalah pilihan, tetapi menjadi seorang okter yg bik adalah sebuah keharusan..
Wednesday, June 20, 2012
Lovely Daddy!
untuknya yang selalu mendoakan anak-anaknya, memikirkan masa depan anak-anaknya, merencanakan masa depan anak-anaknya dan mencintai anak-anaknya. bahkan sebelum mereka ada :)
Labels:
future
Tuesday, June 19, 2012
Tentang Rasa : Seorang Calon Dokter
ada yang bilang, menjadi seorang mahasiswa kedokteran itu enak. pekerjaan yang sudah terjamin, finansial yang tak diragukan, kedudukan yang mulia, dll. bagaimana dengan realitanya? bagaimana rasanya menjadi seorang mahasiswa kedokteran versi seorang mahasiswa kedokteran?
dibawah ini saya copas sebuah tulisan seorang senior saya, seorang dokter muda di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. lulusan program Pendidikan Dokter FK UNPAD angkatan 2007. tulisan ini bercerita tentang sebuah rasa, rasa menjadi seorang mahasiswa kedokteran..
dibawah ini saya copas sebuah tulisan seorang senior saya, seorang dokter muda di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. lulusan program Pendidikan Dokter FK UNPAD angkatan 2007. tulisan ini bercerita tentang sebuah rasa, rasa menjadi seorang mahasiswa kedokteran..
Aku masih ingat betul, dulu untuk berada di jalan ini, setidaknya aku
harus menyisihkan 50 orang lebih, bahkan diantaranya adalah teman
dekatku sendiri, rekan seperjuangan. Pasalnya hanya sekitar 100 kursi
yang tersedia dari 5000 orang lebih yang mendaftar di fakultas yang kata
kebanyakan orang 'bergengsi' ini, Fakultas Kedokteran. Dengan otak dan
kemampuan ekonomi yang pas-pasan, berjibaku di pertarungan ujian ini
bagiku sangat melelahkan. Palpitasi, keringat dingin, khawatir berlebih
terkadang membersamai moment-moment pra maupun pasca ujian saringan
masuk perguruan tinggi ini. Satu awalan sulit, yang akhirnya telah
kulewati.
Euphoria akhirnya sempat kurasakan tatkala perjuangan ini membuahkan hasil. 260143 muncul dilayar monitor komputer tanda kelulusan ku di ujian saringan masuk Fakultas Kedokteran yang aku pilih. Euphoria menjadi mahasiswa baru kedokteran, namun sayang tak berlangsung lama. Aku masih ingat betul, hari-hari ku kemudian ditemani textbooks tebal berbahasa inggris, yang terkadang isinya pun sulit aku pahami. Learning issue hampir 3 kali seminggu menghidupkan suasana kamar ku tiap malam nya. Modul-modul laboratorium dan skill lab berbahasa inggris selalu minta dipahami. Belum lagi soal ujian berbahasa inggris nya ditiap 3 bulan dan 6 bulan sekali. Tak tanggung-tanggung, bisa sampai 200 soal berbahasa inggris dikeluarkan, hanya diberi waktu 1 menit aku mengerjakan setiap soalnya. Pantas saja ujian TOEFL diatas 550 menjadi syarat wajib kenaikan tingkatku. Untung saja di ujian ke 3 aku bisa lulus dulu.
Satu lagi yang aku masih ingat betul, ujian lisan. Hampir sekitar 36 kasus yang dipelajari selama satu tahun diujikan dalam waktu 20 menit oleh dua dokter penguji. Dan yang membuat mahasiswa di angkatanku hampir depresi adalah ketika kami harus menghadapi kenyataan, bahwa 50 % nilai kami di tahun itu ditentukan oleh ujian tersebut. Belum lagi ujian praktik yang harus dihadapi, hampir 36 keterampilan klinis yang dipelajari selama setahun, diujikan di 15 stasiun dan harus lulus semua. Gagal di ujian ini setelah satu kali kesempatan remedial membuat kami tak bisa naik ke tingkat selanjutnya. Berbeda dengan fakultas lain, jika kau tak lulus satu mata kuliah, bukan hanya mata kuliah itu saja yang kau ulang, melainkan seluruh mata kuliah. Ibarat tak naik kelas saja ketika masa SMA dulu.
Ada lagi yang masih aku ingat betul, menjadi mahasiswa tingkat akhir. Mungkin kau tahu, di fakultas lain mahasiswa tingkat akhir tentunya akan fokus dengan tugas akhir atau skripsinya. Begitupun dengan kami, hanya saja beda nya, ketika mahasiswa fakultas lain sudah tak ada mata kuliah yang diambil, aku dan kawan-kawan ku masih ada kuliah, tugas, maupun ujian. Belum lagi bulak-balik Bandung-Jatinangor untuk bimbingan berasa jadi warna yang semakin melengkapi. Semacam tingkat terjenuh dalam hidup dihadapi disini.
Sulit kedua aku temui, tentang bagaimana bertahan menjalani proses pendidikan, apalagi untuk mendapatkan hasil memuaskan, "dengan pujian" di wisuda Sarjana Kedokteran.
Masih ada yang aku ingat betul, kali ini tentang aktivitas sosial dan jadwal liburan. Serempak hampir sama kawan-kawan ku di fakultas maupun universitas lain memasuki jadwal libur, rencana backpaker-an, reuni, atau sekadar jalan-jalan banyak mereka persiapkan. Giliran aku mendapat ajakan, kedokteran sedang memasuki fase ujian. Akhirnya hanya bisa berujar selamat jalan dan mengucap salam, cukup menyedihkan memang. Giliran aku libur, waktunya mereka untuk kembali memulai masa perkuliahan, nasib memang. Belum lagi dilema yang dihadapi ketika diamanahi jabatan kemahasiswaan di tingkat Universitas, terkadang rapat ditemani bahan ujian, atau bahkan harus mendelegasikan tugas untuk advokasi ke pihak rektorat karena harus ujian. Ada lagi yang juga aku ingat betul, tentang izin meninggalkan perkuliahan. Hanya 80 % dengan alasan sakit yang disertai surat dokter, acara keluarga, atau ditugaskan pihak Fakultas. Lebih dari itu, atau izin melanggar syarat tersebut, silahkan untuk tak diperkenankan mengikuti ujian, dan kembali mengulang tahun depan.
Sulit selanjutnya yang aku temui, tentang bagaimana menjaga performa sebagai makhluk sosial, bersinergi dengan yang lain, dan menjaga keseimbangan antara akademik dengan aktivitas kemahasiswaan.
Sulit memang, namun bukan berarti tak bisa dilewati. Gelar Sarjana Kedokteran yang membersamai namaku seolah menjadi bukti kesungguhan, bahwa sulitnya proses pendidikan bisa diselesaikan. Euphoria kembali dirasakan, Graha Sanusi seolah jadi saksi bisu perayaan aku dan ratusan wisudawan lain nya . Ucapan selamat dari belasan rekan yang sengaja hadir, dan rangkaian bunga yang juga kuterima semakin membuat khidmat suasana. Terlihat di wajah rekan dari fakultas lain binar mata menjemput masa depan, melanjutkan sekolah S2 atau mencari pekerjaan. Sementara tak lama kemudian, aku harus kembali menghadapi kenyataan, untuk menjadi relawan kemanusiaan, dalam misi pendidikan. (baca: koas, atau dokter muda.)
Masih aku ingat betul, tak lama setelah prosesi wisuda, satu per satu rekan satu angkatan dari fakultas lain sudah mendapatkan pekerjaan. Bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan undangan pernikahan. Harus gigit jari, berkaca pada diri yang masih disubsidi penuh oleh keluarga. Sulit lain yang kemudian dirasakan, ketika materi masih jadi bahan pertimbangan utama dalam berkegiatan, ketika membahagiakan orang tua masih jadi harap dan doa terbesar yang masih aku janjikan , ketika harus bersabar untuk melamar gadis yang disukai, atau bahkan mungkin contoh ekstremnya ketika harus merelakan seseorang yang kita harapkan didahului dilamar orang.
Akupun masih ingat betul, dengan peran dokter muda yang dijalankan, tanggung jawab semakin besar harus ditunaikan. Follow Up pasien, ikut operasi, ikut jaga poliklinik, belum lagi bed site teaching, ngerjain laporan kasus, bikin referat, kuliah, dan masih tetap ada ujian. Nilai minimum harus B, kurang dari itu, silahkan mengulang. Belum lagi ada jaga malam IGD maupun Ruangan, masuk koas biasa jam 7 sampai jam 4 sore, lanjut jaga malam dari jam 4 sore sampai jam 6 pagi esoknya, kemudian lanjut aktivitas esoknya sampai jam 4 sore lagi. Begitu ritme hidup ku ketika memasuki jadwal jaga, ibarat jadi zombie keesokan nya. Belum lagi ketika harus ditempatkan di jejaring, bisa di Cibabat, Ujung Berung, Garut, Sumedang, Majalaya, Subang, bahkan mungkin nanti sampai Rancabuaya.
Akupun masih ingat betul, bahwa libur jadi barang langka disini. Tanggal merah, atau weekend bisa kita nikmati jika tak ada jadwal jaga. Libur hanya seminggu setiap 6 bulan sekali, itupun jika tak ada remedial ataupun prolong karena terkena hukuman. Belum lagi izin, tak diperkenankan izin disini, bahkan sakit lebih dari 3 hari dengan surat sakit dari rumah sakit pendidikan yang bersangkutan pun membuat kita harus kembali mengulang bagian yang ditinggalkan.
Sulit yang lain kembali ditemukan, solusi paling tepat tak lain dan tak bukan semata menjaga keseimbangan fisik, mental, pikiran, dan rohani aku pikir.
Akupun masih ingat betul, dengan cerita yang kudengar dan kubaca ketika menjadi dokter kelak. Gaji dokter umum yang dibilang minim, seolah tak sebanding dengan beban kerja yang dipikulnya. Belum lagi jika kita bandingkan dengan gaji para insinyur teknik yang mungkin besarnya bisa berapa kali lipatnya, apalagi jika dibandingkan dengan pengusaha.
Untuk dokter yang ke daerah, aku pun pernah mendengar beberapa kisah nyata yang dialami para pendahulu. Salah seorang alumnus almamater ku di Papua, di daerah konflik, pernah disuguhi tombak oleh penduduk sekitar ketika menjalankan misi pengabdian nya. Berawal dari salah seorang anggota suku yang bertikai, ketika ia terluka terkena parang, secara beramai-ramai ia dibawa ke dokter tersebut. Sambil membawa anggota nya yang terluka, salah seorang anggota suku lain sempat berujar seperti ini ke dokter tersebut, "Jika teman saya mati, dokter tak bisa menolong, maka dokter pun harus mati!". Anggota lain sudah bersiap dengan tombaknya di sekeliling dokter tersebut. Peralatan medis disana terbatas, apalagi ketika didatangi ke rumah seperti itu. Akhirnya, sambil menangis sang dokter mempersiapkan alat seadanya, jarum jahit pakaian, benang jahit pakaian, air hangat, dan api. Sambil berderai air mata, sang dokter memanaskan jarum jahit itu ke api, memasukan benang ke air hangat, lalu mulai membersihkan dan menjahit luka orang yang terluka tersebut menggunakan alat seadanya, jarum dan benang jahit pakaian. Alhamdulillah orang yang terluka tadi selamat, dan dokter itu pun selamat.
Tak usah jauh-jauh ke Papua, di daerah Jawa Barat saja, Sumedang. Aku mendengar cerita langsung dari seorang dokter yang mengalami kejadian ini. Bertugas di sebuah pedalaman, hutan di Sumedang. Pada saat itu sedang santer-santer nya isu terkait dukun "teluh", atau dalam bahasa Indonesia nya dukun santet. Tak ada seorang pun yang berani pada dukun "teluh" saat itu, bahkan kapolsek atau camat setempat pun. Sampai akhirnya suatu ketika, terdapat kejadian salah seorang yang dianggap dukun santet meninggal, ditusuk menggunakan linggis di daerah wajahnya. Tak ayal, tengah malam, sang dokter dibawa ke tengah hutan untuk memeriksa jenazah korban, sendirian. Karena warga sekitar tak ada yang berani menghampiri dukun "teluh" itu, walau hanya sekadar mendekati jenazahnya.
Aku pun masih ingat betul, kejadian akhir-kahir ini, terkait seorang dokter spesialis, konsultan, di sebuah kota besar dan rumah sakit pendidikan pula. Operasi usus buntu seorang artis, pemain band, yang berujung tuntutan mal praktik karena mungkin ada sedikit kekeliruan dalam hal komunikasi. Ini mungkin salah satu cerita dari sekian banyak kejadian yang terjadi.
Entahlah, jika kembali ditelaah, ditelusuri dan dipikirkan. Proses menjadi dokter selalu tak luput dari kesulitan, dimulai dari sulit untuk bisa masuk Fakultas Kedokteran, sulit untuk belajar ketika menjalani proses pendidikan S1 nya, sulit ketika menghadapi program profesi dokter, sulit ketika menjadi dokter umum, baik itu di daerah, maupun di kota besar, bahkan sulit ditemukan walaupun sudah menjadi seorang dokter konsulen. Sulit memang.Bahkan untuk sekadar membayangkan nya pun, aku yakin sebagian dari kita memiliki kesulitan.
Tapi ingatlah kawan, bahwa sulit tak selamanya sulit, sebagaimana mudah tak selamanya mudah. Hanya saja yang dikhawatirkan kesulitan punya nafas lebih panjang dibandingkan semangat kita untuk mengalahkan nya. Sadari benar bahwa bersama kesulitan ada kemudahan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Insyiraah ayat 6 yang artinya:
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Menjadi hamba Allah adalah suatu kepastian. Menjadi mahasiswa kedokteran, dokter muda, atau menjadi dokter adalah pilihan hidup untuk menjemput takdir sejarah kita. Menjadi aktivis, giat berkontribusi untuk umat adalah saringan alami untuk membuktikan pada dunia bahwa kita adalah hamba yang berbeda dari kebanyakan hamba yang Allah ciptakan. Seperti yang dikatakan Shalahudin al-Ayubi, memang bukan kita yang memilih takdir. Takdirlah yang memilih kita. Tapi bagaimanapun, takdir bagaikan angin bagi seorang pemanah. Kita selalu harus mencoba untuk membidik dan melesatkannya di saat yang paling tepat. Jangan sampai takdir hidup kita tak pernah sampai pada tujuan, jangan sampai mimpi kita terlalu sederhana, dan perjalanan cita-cita sangat lamban dan tidak menghantarkan. Cita-cita punya syarat penuainya, begitupun harapan dan keinginan punya harga amalnya. Kesungguhan mutlak jadi penuainya, dan tekad adalah pengantarnya. Karena ketika pikiran memberikan kita arah, tekadlah yang mendorong kita untuk melangkah, ketika pikiran menerangi jalan kehidupan kita, tekadlah yang meringankan kaki kita menjalaninya. Menjadi apapun kita saat ini, mulai awali dengan tekad untuk mencapainya.
Kesulitan, jenuh, dan menghadapi berbagai permasalahan itu fitrah. Menghadapi kenyataan pahit itu perlu. Karena terkadang manis itu dilalui setelah pahit kita lewati. Menghadapi kenyataan pahit saat ini bisa jadi sebuah pembelajaran, seolah menjadi jeda, untuk kita berbenah, untuk kita mengambil hikmah. Ibarat hujan, akan ada pelangi indah yang kita nantikan. Dan yakinlah kawan, bahwa pertolongan Allah itu hadir sesuai dengan kadar ujian yang Ia berikan.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya pertolongan itu datang dari Allah SWT pada seorang hamba sesuai dengan kadar ujiannya dan kesabaran itu diberikan oleh Allah SWT kepada seorang hamba sesuai dengan musibahnya."
—HR. Baihaqi
Kesulitan seolah menjadi teman yang membersamai proses menjemput takdir sejarah dokter kita. Untuk itu, keberaniaan nampak menjadi penawarnya. Jangan sampai kesulitan membuat kita patah karena lelah. Akan tetapi, tidak ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran. Sebab kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri. Risiko adalah pajak keberanian. Dan hanya kesabaran yang dapat menyuplai seorang pemberani dengan kemampuan untuk membayar pajak itu terus-menerus. Di dalam kesabaran terdapat banyak kebaikan, dibalik kesabaran ada kemenangan.
Kesulitan yang senantiasa membersamai ini seolah menjadi tantangan yang perlu dilewati untuk kemudian kita nikmati ganjaran nya sesuai dengan kadar lelah yang sudah kita kerjakan. Alasan yang membuatku bertahan di jalan ini hingga kini adalah karena disini aku temukan banyak jalan untuk berbagi. Semangat berbagi ini adalah bukti keluhuran jiwa. Konteksnya bukan lagi memenuhi kewajiban, melainkan diatas itu, berbagi lebih mencerminkan rasa syukur, semangat berbakti, dan semangat untuk tidak menjadi mercusuar di tengah kondisi kurang beruntung yang dialami orang lain.
Berada di jalan ini, sampai saat ini telah memberikan kesempatan bagiku bersama beberapa rekan dan mitra lain nya untuk memberikan pengobatan gratis untuk ribuan orang di berbagai tempat, memberikan bantuan medis dalam fase tanggap bencana hampir di setiap bencana yang terjadi terutama di wilayah Jawa Barat, juga menjalankan recovery dan rehabilitasi setelahnya. Selain itu berbagai upaya promotif preventif berupa edukasi kesehatan melalui penyuluhan telah dilakukan untuk ribuan orang di berbagai tempat dan berbagai kalangan, mulai dari murid TK hingga masyarakat lanjut usia. Pendampingan medis untuk berbagai lembaga, organisasi, dan kegiatan atau acara kerap dilakukan. Pembinaan kesehatan menjadi agenda yang diperhatikan, pembuatan kurikulum kesehatan dan monitoring kesehatan ratusan anak jalanan, hingga pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi kader telah dilakukan. Pelatihan kesehatan pun telah dilakukan untuk ribuan orang dari berbagai kalangan di berbagai kegiatan, dengan beragam materi kesehatan. Memeriksa kesehatan ribuan orang, mulai dari kalangan siswa pendidikan anak usia dini (PAUD), pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat lansia juga telah dilakukan, dan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk ribuan murid PAUD hingga siswa SD menjadi agenda yang masih dilakukan hingga kini. Berada di jalan ini bagiku memberi kesempatan untuk bisa menciptakan senyum, menjawab harap, dan menghadirkan doa pada ribuan masyarakat di Indonesia.
Selalu ada kemudahan dibalik kesulitan, selalu ada kelapangan dibalik kesusahan, selalu ada ganjaran atas setiap kadar lelah yang dilakukan, selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian, dan selalu ada bahagia dibalik syukur dan sabar yang dihadirkan.
Dunia kedokteran, ibarat bersakit-sakit dahulu, sulit kemudian. Tapi sekali lagi yakinlah, bahwa ganjaranmu tergantung kadar lelahmu. Ada ganjaran dari setiap sakit dan sulit yang dilewati. Semakin tinggi resiko dan tingkat kesulitan nya, semakin banyak hikmah dan berkah yang kita peroleh di dalamnya. Ingatlah bahwa segala puncak prestasi harus teruji, begitupun menjadi ahli surga harus terbukti di dalam kesungguhan dan kesabaran menghadapi ujian hidup di Jalan Nya. Pahala Allah tidak pernah salah, bagaimanapun niat dan langkah untuk beramal Islami, selalu ada surga dibalik itu.
Selamat menjalankan sisa usia, menjemput keberkahan dalam setiap kesulitan yang dihadapi. Selamat menyehatkan bangsa dengan sehat seutuhnya, terciptanya kondisi fisik, mental, dan ruhani yang baik, yang mampu produktif secara ekonomi maupun sosial. Dan seperti yang dikatakan (alm) KH Rahmat Abdullah, teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.Teruslah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.
Euphoria akhirnya sempat kurasakan tatkala perjuangan ini membuahkan hasil. 260143 muncul dilayar monitor komputer tanda kelulusan ku di ujian saringan masuk Fakultas Kedokteran yang aku pilih. Euphoria menjadi mahasiswa baru kedokteran, namun sayang tak berlangsung lama. Aku masih ingat betul, hari-hari ku kemudian ditemani textbooks tebal berbahasa inggris, yang terkadang isinya pun sulit aku pahami. Learning issue hampir 3 kali seminggu menghidupkan suasana kamar ku tiap malam nya. Modul-modul laboratorium dan skill lab berbahasa inggris selalu minta dipahami. Belum lagi soal ujian berbahasa inggris nya ditiap 3 bulan dan 6 bulan sekali. Tak tanggung-tanggung, bisa sampai 200 soal berbahasa inggris dikeluarkan, hanya diberi waktu 1 menit aku mengerjakan setiap soalnya. Pantas saja ujian TOEFL diatas 550 menjadi syarat wajib kenaikan tingkatku. Untung saja di ujian ke 3 aku bisa lulus dulu.
Satu lagi yang aku masih ingat betul, ujian lisan. Hampir sekitar 36 kasus yang dipelajari selama satu tahun diujikan dalam waktu 20 menit oleh dua dokter penguji. Dan yang membuat mahasiswa di angkatanku hampir depresi adalah ketika kami harus menghadapi kenyataan, bahwa 50 % nilai kami di tahun itu ditentukan oleh ujian tersebut. Belum lagi ujian praktik yang harus dihadapi, hampir 36 keterampilan klinis yang dipelajari selama setahun, diujikan di 15 stasiun dan harus lulus semua. Gagal di ujian ini setelah satu kali kesempatan remedial membuat kami tak bisa naik ke tingkat selanjutnya. Berbeda dengan fakultas lain, jika kau tak lulus satu mata kuliah, bukan hanya mata kuliah itu saja yang kau ulang, melainkan seluruh mata kuliah. Ibarat tak naik kelas saja ketika masa SMA dulu.
Ada lagi yang masih aku ingat betul, menjadi mahasiswa tingkat akhir. Mungkin kau tahu, di fakultas lain mahasiswa tingkat akhir tentunya akan fokus dengan tugas akhir atau skripsinya. Begitupun dengan kami, hanya saja beda nya, ketika mahasiswa fakultas lain sudah tak ada mata kuliah yang diambil, aku dan kawan-kawan ku masih ada kuliah, tugas, maupun ujian. Belum lagi bulak-balik Bandung-Jatinangor untuk bimbingan berasa jadi warna yang semakin melengkapi. Semacam tingkat terjenuh dalam hidup dihadapi disini.
Sulit kedua aku temui, tentang bagaimana bertahan menjalani proses pendidikan, apalagi untuk mendapatkan hasil memuaskan, "dengan pujian" di wisuda Sarjana Kedokteran.
Masih ada yang aku ingat betul, kali ini tentang aktivitas sosial dan jadwal liburan. Serempak hampir sama kawan-kawan ku di fakultas maupun universitas lain memasuki jadwal libur, rencana backpaker-an, reuni, atau sekadar jalan-jalan banyak mereka persiapkan. Giliran aku mendapat ajakan, kedokteran sedang memasuki fase ujian. Akhirnya hanya bisa berujar selamat jalan dan mengucap salam, cukup menyedihkan memang. Giliran aku libur, waktunya mereka untuk kembali memulai masa perkuliahan, nasib memang. Belum lagi dilema yang dihadapi ketika diamanahi jabatan kemahasiswaan di tingkat Universitas, terkadang rapat ditemani bahan ujian, atau bahkan harus mendelegasikan tugas untuk advokasi ke pihak rektorat karena harus ujian. Ada lagi yang juga aku ingat betul, tentang izin meninggalkan perkuliahan. Hanya 80 % dengan alasan sakit yang disertai surat dokter, acara keluarga, atau ditugaskan pihak Fakultas. Lebih dari itu, atau izin melanggar syarat tersebut, silahkan untuk tak diperkenankan mengikuti ujian, dan kembali mengulang tahun depan.
Sulit selanjutnya yang aku temui, tentang bagaimana menjaga performa sebagai makhluk sosial, bersinergi dengan yang lain, dan menjaga keseimbangan antara akademik dengan aktivitas kemahasiswaan.
Sulit memang, namun bukan berarti tak bisa dilewati. Gelar Sarjana Kedokteran yang membersamai namaku seolah menjadi bukti kesungguhan, bahwa sulitnya proses pendidikan bisa diselesaikan. Euphoria kembali dirasakan, Graha Sanusi seolah jadi saksi bisu perayaan aku dan ratusan wisudawan lain nya . Ucapan selamat dari belasan rekan yang sengaja hadir, dan rangkaian bunga yang juga kuterima semakin membuat khidmat suasana. Terlihat di wajah rekan dari fakultas lain binar mata menjemput masa depan, melanjutkan sekolah S2 atau mencari pekerjaan. Sementara tak lama kemudian, aku harus kembali menghadapi kenyataan, untuk menjadi relawan kemanusiaan, dalam misi pendidikan. (baca: koas, atau dokter muda.)
Masih aku ingat betul, tak lama setelah prosesi wisuda, satu per satu rekan satu angkatan dari fakultas lain sudah mendapatkan pekerjaan. Bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan undangan pernikahan. Harus gigit jari, berkaca pada diri yang masih disubsidi penuh oleh keluarga. Sulit lain yang kemudian dirasakan, ketika materi masih jadi bahan pertimbangan utama dalam berkegiatan, ketika membahagiakan orang tua masih jadi harap dan doa terbesar yang masih aku janjikan , ketika harus bersabar untuk melamar gadis yang disukai, atau bahkan mungkin contoh ekstremnya ketika harus merelakan seseorang yang kita harapkan didahului dilamar orang.
Akupun masih ingat betul, dengan peran dokter muda yang dijalankan, tanggung jawab semakin besar harus ditunaikan. Follow Up pasien, ikut operasi, ikut jaga poliklinik, belum lagi bed site teaching, ngerjain laporan kasus, bikin referat, kuliah, dan masih tetap ada ujian. Nilai minimum harus B, kurang dari itu, silahkan mengulang. Belum lagi ada jaga malam IGD maupun Ruangan, masuk koas biasa jam 7 sampai jam 4 sore, lanjut jaga malam dari jam 4 sore sampai jam 6 pagi esoknya, kemudian lanjut aktivitas esoknya sampai jam 4 sore lagi. Begitu ritme hidup ku ketika memasuki jadwal jaga, ibarat jadi zombie keesokan nya. Belum lagi ketika harus ditempatkan di jejaring, bisa di Cibabat, Ujung Berung, Garut, Sumedang, Majalaya, Subang, bahkan mungkin nanti sampai Rancabuaya.
Akupun masih ingat betul, bahwa libur jadi barang langka disini. Tanggal merah, atau weekend bisa kita nikmati jika tak ada jadwal jaga. Libur hanya seminggu setiap 6 bulan sekali, itupun jika tak ada remedial ataupun prolong karena terkena hukuman. Belum lagi izin, tak diperkenankan izin disini, bahkan sakit lebih dari 3 hari dengan surat sakit dari rumah sakit pendidikan yang bersangkutan pun membuat kita harus kembali mengulang bagian yang ditinggalkan.
Sulit yang lain kembali ditemukan, solusi paling tepat tak lain dan tak bukan semata menjaga keseimbangan fisik, mental, pikiran, dan rohani aku pikir.
Akupun masih ingat betul, dengan cerita yang kudengar dan kubaca ketika menjadi dokter kelak. Gaji dokter umum yang dibilang minim, seolah tak sebanding dengan beban kerja yang dipikulnya. Belum lagi jika kita bandingkan dengan gaji para insinyur teknik yang mungkin besarnya bisa berapa kali lipatnya, apalagi jika dibandingkan dengan pengusaha.
Untuk dokter yang ke daerah, aku pun pernah mendengar beberapa kisah nyata yang dialami para pendahulu. Salah seorang alumnus almamater ku di Papua, di daerah konflik, pernah disuguhi tombak oleh penduduk sekitar ketika menjalankan misi pengabdian nya. Berawal dari salah seorang anggota suku yang bertikai, ketika ia terluka terkena parang, secara beramai-ramai ia dibawa ke dokter tersebut. Sambil membawa anggota nya yang terluka, salah seorang anggota suku lain sempat berujar seperti ini ke dokter tersebut, "Jika teman saya mati, dokter tak bisa menolong, maka dokter pun harus mati!". Anggota lain sudah bersiap dengan tombaknya di sekeliling dokter tersebut. Peralatan medis disana terbatas, apalagi ketika didatangi ke rumah seperti itu. Akhirnya, sambil menangis sang dokter mempersiapkan alat seadanya, jarum jahit pakaian, benang jahit pakaian, air hangat, dan api. Sambil berderai air mata, sang dokter memanaskan jarum jahit itu ke api, memasukan benang ke air hangat, lalu mulai membersihkan dan menjahit luka orang yang terluka tersebut menggunakan alat seadanya, jarum dan benang jahit pakaian. Alhamdulillah orang yang terluka tadi selamat, dan dokter itu pun selamat.
Tak usah jauh-jauh ke Papua, di daerah Jawa Barat saja, Sumedang. Aku mendengar cerita langsung dari seorang dokter yang mengalami kejadian ini. Bertugas di sebuah pedalaman, hutan di Sumedang. Pada saat itu sedang santer-santer nya isu terkait dukun "teluh", atau dalam bahasa Indonesia nya dukun santet. Tak ada seorang pun yang berani pada dukun "teluh" saat itu, bahkan kapolsek atau camat setempat pun. Sampai akhirnya suatu ketika, terdapat kejadian salah seorang yang dianggap dukun santet meninggal, ditusuk menggunakan linggis di daerah wajahnya. Tak ayal, tengah malam, sang dokter dibawa ke tengah hutan untuk memeriksa jenazah korban, sendirian. Karena warga sekitar tak ada yang berani menghampiri dukun "teluh" itu, walau hanya sekadar mendekati jenazahnya.
Aku pun masih ingat betul, kejadian akhir-kahir ini, terkait seorang dokter spesialis, konsultan, di sebuah kota besar dan rumah sakit pendidikan pula. Operasi usus buntu seorang artis, pemain band, yang berujung tuntutan mal praktik karena mungkin ada sedikit kekeliruan dalam hal komunikasi. Ini mungkin salah satu cerita dari sekian banyak kejadian yang terjadi.
Entahlah, jika kembali ditelaah, ditelusuri dan dipikirkan. Proses menjadi dokter selalu tak luput dari kesulitan, dimulai dari sulit untuk bisa masuk Fakultas Kedokteran, sulit untuk belajar ketika menjalani proses pendidikan S1 nya, sulit ketika menghadapi program profesi dokter, sulit ketika menjadi dokter umum, baik itu di daerah, maupun di kota besar, bahkan sulit ditemukan walaupun sudah menjadi seorang dokter konsulen. Sulit memang.Bahkan untuk sekadar membayangkan nya pun, aku yakin sebagian dari kita memiliki kesulitan.
Tapi ingatlah kawan, bahwa sulit tak selamanya sulit, sebagaimana mudah tak selamanya mudah. Hanya saja yang dikhawatirkan kesulitan punya nafas lebih panjang dibandingkan semangat kita untuk mengalahkan nya. Sadari benar bahwa bersama kesulitan ada kemudahan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Insyiraah ayat 6 yang artinya:
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Menjadi hamba Allah adalah suatu kepastian. Menjadi mahasiswa kedokteran, dokter muda, atau menjadi dokter adalah pilihan hidup untuk menjemput takdir sejarah kita. Menjadi aktivis, giat berkontribusi untuk umat adalah saringan alami untuk membuktikan pada dunia bahwa kita adalah hamba yang berbeda dari kebanyakan hamba yang Allah ciptakan. Seperti yang dikatakan Shalahudin al-Ayubi, memang bukan kita yang memilih takdir. Takdirlah yang memilih kita. Tapi bagaimanapun, takdir bagaikan angin bagi seorang pemanah. Kita selalu harus mencoba untuk membidik dan melesatkannya di saat yang paling tepat. Jangan sampai takdir hidup kita tak pernah sampai pada tujuan, jangan sampai mimpi kita terlalu sederhana, dan perjalanan cita-cita sangat lamban dan tidak menghantarkan. Cita-cita punya syarat penuainya, begitupun harapan dan keinginan punya harga amalnya. Kesungguhan mutlak jadi penuainya, dan tekad adalah pengantarnya. Karena ketika pikiran memberikan kita arah, tekadlah yang mendorong kita untuk melangkah, ketika pikiran menerangi jalan kehidupan kita, tekadlah yang meringankan kaki kita menjalaninya. Menjadi apapun kita saat ini, mulai awali dengan tekad untuk mencapainya.
Kesulitan, jenuh, dan menghadapi berbagai permasalahan itu fitrah. Menghadapi kenyataan pahit itu perlu. Karena terkadang manis itu dilalui setelah pahit kita lewati. Menghadapi kenyataan pahit saat ini bisa jadi sebuah pembelajaran, seolah menjadi jeda, untuk kita berbenah, untuk kita mengambil hikmah. Ibarat hujan, akan ada pelangi indah yang kita nantikan. Dan yakinlah kawan, bahwa pertolongan Allah itu hadir sesuai dengan kadar ujian yang Ia berikan.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya pertolongan itu datang dari Allah SWT pada seorang hamba sesuai dengan kadar ujiannya dan kesabaran itu diberikan oleh Allah SWT kepada seorang hamba sesuai dengan musibahnya."
—HR. Baihaqi
Kesulitan seolah menjadi teman yang membersamai proses menjemput takdir sejarah dokter kita. Untuk itu, keberaniaan nampak menjadi penawarnya. Jangan sampai kesulitan membuat kita patah karena lelah. Akan tetapi, tidak ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran. Sebab kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri. Risiko adalah pajak keberanian. Dan hanya kesabaran yang dapat menyuplai seorang pemberani dengan kemampuan untuk membayar pajak itu terus-menerus. Di dalam kesabaran terdapat banyak kebaikan, dibalik kesabaran ada kemenangan.
Kesulitan yang senantiasa membersamai ini seolah menjadi tantangan yang perlu dilewati untuk kemudian kita nikmati ganjaran nya sesuai dengan kadar lelah yang sudah kita kerjakan. Alasan yang membuatku bertahan di jalan ini hingga kini adalah karena disini aku temukan banyak jalan untuk berbagi. Semangat berbagi ini adalah bukti keluhuran jiwa. Konteksnya bukan lagi memenuhi kewajiban, melainkan diatas itu, berbagi lebih mencerminkan rasa syukur, semangat berbakti, dan semangat untuk tidak menjadi mercusuar di tengah kondisi kurang beruntung yang dialami orang lain.
Berada di jalan ini, sampai saat ini telah memberikan kesempatan bagiku bersama beberapa rekan dan mitra lain nya untuk memberikan pengobatan gratis untuk ribuan orang di berbagai tempat, memberikan bantuan medis dalam fase tanggap bencana hampir di setiap bencana yang terjadi terutama di wilayah Jawa Barat, juga menjalankan recovery dan rehabilitasi setelahnya. Selain itu berbagai upaya promotif preventif berupa edukasi kesehatan melalui penyuluhan telah dilakukan untuk ribuan orang di berbagai tempat dan berbagai kalangan, mulai dari murid TK hingga masyarakat lanjut usia. Pendampingan medis untuk berbagai lembaga, organisasi, dan kegiatan atau acara kerap dilakukan. Pembinaan kesehatan menjadi agenda yang diperhatikan, pembuatan kurikulum kesehatan dan monitoring kesehatan ratusan anak jalanan, hingga pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi kader telah dilakukan. Pelatihan kesehatan pun telah dilakukan untuk ribuan orang dari berbagai kalangan di berbagai kegiatan, dengan beragam materi kesehatan. Memeriksa kesehatan ribuan orang, mulai dari kalangan siswa pendidikan anak usia dini (PAUD), pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat lansia juga telah dilakukan, dan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut untuk ribuan murid PAUD hingga siswa SD menjadi agenda yang masih dilakukan hingga kini. Berada di jalan ini bagiku memberi kesempatan untuk bisa menciptakan senyum, menjawab harap, dan menghadirkan doa pada ribuan masyarakat di Indonesia.
Selalu ada kemudahan dibalik kesulitan, selalu ada kelapangan dibalik kesusahan, selalu ada ganjaran atas setiap kadar lelah yang dilakukan, selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian, dan selalu ada bahagia dibalik syukur dan sabar yang dihadirkan.
Dunia kedokteran, ibarat bersakit-sakit dahulu, sulit kemudian. Tapi sekali lagi yakinlah, bahwa ganjaranmu tergantung kadar lelahmu. Ada ganjaran dari setiap sakit dan sulit yang dilewati. Semakin tinggi resiko dan tingkat kesulitan nya, semakin banyak hikmah dan berkah yang kita peroleh di dalamnya. Ingatlah bahwa segala puncak prestasi harus teruji, begitupun menjadi ahli surga harus terbukti di dalam kesungguhan dan kesabaran menghadapi ujian hidup di Jalan Nya. Pahala Allah tidak pernah salah, bagaimanapun niat dan langkah untuk beramal Islami, selalu ada surga dibalik itu.
Selamat menjalankan sisa usia, menjemput keberkahan dalam setiap kesulitan yang dihadapi. Selamat menyehatkan bangsa dengan sehat seutuhnya, terciptanya kondisi fisik, mental, dan ruhani yang baik, yang mampu produktif secara ekonomi maupun sosial. Dan seperti yang dikatakan (alm) KH Rahmat Abdullah, teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.Teruslah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.
Dani Ferdian
Dokter Muda RSHS
FKUNPAD 2007
Wednesday, May 9, 2012
Payphone!
sesuai judul, lagi suka banget dengerin Payphone - Maroon 5. semacam jadi soundtrack ngerjain skripsi. kalo kata orang, cewe suka sama lagu tuh pasti punya suatu pengalaman yang sama sama liriknya. tapi kali ini ga. beneran suka sama musiknya. entah kenapa kalo denger musiknya i feel freeeee dan yang kebayang malah lagi terbang -terbang kayak burung gitu. haha owkay this is the most random post in this blog
Thursday, April 26, 2012
Wednesday, February 29, 2012
never say no!
ini udah tahun ke-3. udah semester 6 dan 1 taun lagi saya lulus. desember kemarin baru saja melepas amanah kemahasiswaan di kampus. rencananya tahun ini akan fokus akademik. fokus yang sefokus-fokusnya. ngulang-ngulang pelajaran tahun-tahun sebelumnya juga untuk persiapan koass.
Allah berkata lain ternyata. diawal semester 6 ini saya malah ditawari untuk mengemban amanah baru lagi di kemahasiswaan kampus. dan emang dasarnya saya ga bisa bilang "enggak", akhirnya saya terima tawarannya. proses nerimanya pun setelah beberapa minggu dipikirin juga.
dan inilah saya sekarang. mahasiswa tahun ke-3 di FK Unpad, memegang amanah baru sebagai Koor. tim Adhoc AD/ART. semoga banyak manfaat yang bisa diambil. untuk saya dan teman-teman satu tim. ini suatu kebutuhan di senat mahasiswa, maka mari jawab itu bersama!
p.s sekarang saya sedang terkapar di kostan karena batuk yang ga berhenti-berhenti sejak malam. mohon doa untuk kesembuhan! terima kasih :)
Allah berkata lain ternyata. diawal semester 6 ini saya malah ditawari untuk mengemban amanah baru lagi di kemahasiswaan kampus. dan emang dasarnya saya ga bisa bilang "enggak", akhirnya saya terima tawarannya. proses nerimanya pun setelah beberapa minggu dipikirin juga.
dan inilah saya sekarang. mahasiswa tahun ke-3 di FK Unpad, memegang amanah baru sebagai Koor. tim Adhoc AD/ART. semoga banyak manfaat yang bisa diambil. untuk saya dan teman-teman satu tim. ini suatu kebutuhan di senat mahasiswa, maka mari jawab itu bersama!
p.s sekarang saya sedang terkapar di kostan karena batuk yang ga berhenti-berhenti sejak malam. mohon doa untuk kesembuhan! terima kasih :)
Labels:
Aku Mahasiswa,
curhat
Congratulation!
posting ini khusus dibuat untuk Galuh Chandra Wibowo atas kesabarannya menanti pengumuman instansi penempatannya. Jadi ceritanya, dia ini seorang lulusan STAN 2011 yang baru diwisuda bulan Oktober 2011 lalu. tetapi, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, lulusan STAN tahun ini lebih special. kenapa special? karena mereka diberikan waktu lebih banyak sama Allah untuk mengembangkan sayapnya di tempat lain, sebelum menjadi pegawai di Kemenkeu.
Alhamdulillah sekarang pengumumannya sudah keluar, dan dia yang namanya disebut diatas ini ditempatkan di BKF (Badan Kebijakan Fiskal). SELAMAT!
semoga bisa amanah di lapangan kerja yang baru. semoga ga cuma bisa ada, tapi juga punya makna. dan semoga bisa jadi salah satu dari sekian banyak lulusan STAN yang bisa membanggakan almamater ditengah gonjang-ganjing media yang ga karuan!
selamat mengabdi, selamat berkontribusi!
Alhamdulillah sekarang pengumumannya sudah keluar, dan dia yang namanya disebut diatas ini ditempatkan di BKF (Badan Kebijakan Fiskal). SELAMAT!
semoga bisa amanah di lapangan kerja yang baru. semoga ga cuma bisa ada, tapi juga punya makna. dan semoga bisa jadi salah satu dari sekian banyak lulusan STAN yang bisa membanggakan almamater ditengah gonjang-ganjing media yang ga karuan!
selamat mengabdi, selamat berkontribusi!
karena hidup butuh prestasi, bukan sekedar menunggu mati
Awal Yang Baru!
kyaaaa sudah satu bulan ga posting! salahkan si koneksi internet kostan yang mati dan bikin jadi ga produktif curhat di blog.
baiklah, sekarang saya sudah memasuki tahun ke-3 di perkuliahan. dan sama seperti teman-teman lain di tahun ke-3 nya, it's time for skripsi!
S-K-R-I-P-S-I
haha. ya, skripsi. kalo kata mayoritas orang ini tanjakan paling berat selama jalan perkuliahan. banyak tantangannya, banyak pengorbanannya, banyak malesnya, dll. dan bener. haha
saya baru kira-kira sebulan berkutat dengan skripsi. dan itu sebenernya belum masuk tahap pembuatannya, baru persiapannya doang dan riweuhnya udah setengah mati. Galaunya ga abis-abis, mulai dari milih departemen sampai submit judul.
jadi ceritanya, waktu awal semester kemarin udah punya judul buat skripsi. judulnya itu "hubungan asupan makanan dengan tingkat intelejensia pada anak usia sekolah dasar". akhirnya, mengkonsulkan judul itu pada dokter spesialis di bagian Gizi Anak. dan tiba-tiba saja konsep matang yang sudah kebayang di otak akan kaya apa dan gimana pengerjaannya, dimentahkan si dokter. haha. alasannya simple, menurut beliau belum saatnya meneliti tentang intelejensi, karena terlalu sulit untuk level S1. akhirnya disuruh survey ke puskesmas dan sekolah dasarnya dulu untuk identifikasi masalah apa yang bisa dan feasible untuk diteliti.
akhirnya, berdua sama jeane, hari selasa langsung ke puskesmas. ngobrol kesana-kesini mencari inspirasi untuk topik skripsi. setelah itu langsung jalan-jalan ke SD juga untuk lihat kondisi disana. pulang dari SD, udah kaya tengkorak hidup. lemeees, ga ada inspirasi akan milih topik apa lagi.
siang itu juga, saya sms dr. fedri minta ketemuan. dr. fedri ini bisa dibilang cukup kenal dekat dengan saya, karena pernah sama-sama kerja di satu proyek bareng. akhirnya sepakat, senin sore pulang kuliah saya akan ke rumahnya.
senin sore. dan hujan deras. udah mau nangis rasanya, karena ga bawa payung dan harus tetep jalan ke rumah dr. fedri dengan angkutan umum. yasudah, mau gimana lagi, akhirnya saya tembus saja hujannya dan basah kuyup selama di angkot. rumahnya agak jauh dari kampus daaaaan macet. dan saya adalah orang yang ga tahan sama macet. udah rungsing banget di dalem angkot, pengen cepet-cepet turun. sampe deh di depan gang masuk rumah dr. fedri. panggil ojek, terus dianterin sampe daerah rumahnya. nyari-nyari rumahnya yang no. 16 ga ada. akhirnya keliling-keliling situ jalan kaki sambil nyari rumahnya. udah sms dr. fedri, ga lama ada orang buka pintu pager dan muncul lah dr. fedri. Alhamdulillaaaaah...
sampe di dalem rumahnya, dia bilang mau anter anaknya les dan saya pun ikut, kemudian konsultasi di mobil. ini absurd banget. sangat amat aneh sekali. saya duduk di mobilnya selama anaknya les, sambil konsul judul. beliau di depan dan saya di belakang. anehnya maksimal banget ini hahaha. akhirnya diajarin deh gimana cara formulating topic yang baik. sampe akhirnya bener-bener ngerti. sampe jam setengah 8 malem konsul, terus pulang.
besoknya langsung kumpul untuk tanda tangan pengajuan topik. ketemu dr. fedri lagi, langsung ngajuin judul yang saya udah pikirin semaleman dan udah dikaitkan juga dengan buku yang beliau kasih. senyum puas tersungging di wajah beliau, alhamdulillah judul diterima. langsung di tanda tangan juga oleh dr. Sharon. Alhamdulillah kegalauan berkurang..
dan hari senin lalu, 27 Februari 2012 jam 19.00, alhamdulillah udah resmi submit topic yang akan dikerjakan satu tahun ke depan. alhamdulillah, semoga ini bisa jadi awal yang baik. manisnya perjuangan untuk skripsi semoga bisa memberi banyak pelajaran, juga pengalaman..
so, this is my topic "Hubungan antara perilaku pemberian makan oleh ibu dengan status gizi anaknya di Jatinangor" :)
baiklah, sekarang saya sudah memasuki tahun ke-3 di perkuliahan. dan sama seperti teman-teman lain di tahun ke-3 nya, it's time for skripsi!
S-K-R-I-P-S-I
haha. ya, skripsi. kalo kata mayoritas orang ini tanjakan paling berat selama jalan perkuliahan. banyak tantangannya, banyak pengorbanannya, banyak malesnya, dll. dan bener. haha
saya baru kira-kira sebulan berkutat dengan skripsi. dan itu sebenernya belum masuk tahap pembuatannya, baru persiapannya doang dan riweuhnya udah setengah mati. Galaunya ga abis-abis, mulai dari milih departemen sampai submit judul.
jadi ceritanya, waktu awal semester kemarin udah punya judul buat skripsi. judulnya itu "hubungan asupan makanan dengan tingkat intelejensia pada anak usia sekolah dasar". akhirnya, mengkonsulkan judul itu pada dokter spesialis di bagian Gizi Anak. dan tiba-tiba saja konsep matang yang sudah kebayang di otak akan kaya apa dan gimana pengerjaannya, dimentahkan si dokter. haha. alasannya simple, menurut beliau belum saatnya meneliti tentang intelejensi, karena terlalu sulit untuk level S1. akhirnya disuruh survey ke puskesmas dan sekolah dasarnya dulu untuk identifikasi masalah apa yang bisa dan feasible untuk diteliti.
akhirnya, berdua sama jeane, hari selasa langsung ke puskesmas. ngobrol kesana-kesini mencari inspirasi untuk topik skripsi. setelah itu langsung jalan-jalan ke SD juga untuk lihat kondisi disana. pulang dari SD, udah kaya tengkorak hidup. lemeees, ga ada inspirasi akan milih topik apa lagi.
siang itu juga, saya sms dr. fedri minta ketemuan. dr. fedri ini bisa dibilang cukup kenal dekat dengan saya, karena pernah sama-sama kerja di satu proyek bareng. akhirnya sepakat, senin sore pulang kuliah saya akan ke rumahnya.
senin sore. dan hujan deras. udah mau nangis rasanya, karena ga bawa payung dan harus tetep jalan ke rumah dr. fedri dengan angkutan umum. yasudah, mau gimana lagi, akhirnya saya tembus saja hujannya dan basah kuyup selama di angkot. rumahnya agak jauh dari kampus daaaaan macet. dan saya adalah orang yang ga tahan sama macet. udah rungsing banget di dalem angkot, pengen cepet-cepet turun. sampe deh di depan gang masuk rumah dr. fedri. panggil ojek, terus dianterin sampe daerah rumahnya. nyari-nyari rumahnya yang no. 16 ga ada. akhirnya keliling-keliling situ jalan kaki sambil nyari rumahnya. udah sms dr. fedri, ga lama ada orang buka pintu pager dan muncul lah dr. fedri. Alhamdulillaaaaah...
sampe di dalem rumahnya, dia bilang mau anter anaknya les dan saya pun ikut, kemudian konsultasi di mobil. ini absurd banget. sangat amat aneh sekali. saya duduk di mobilnya selama anaknya les, sambil konsul judul. beliau di depan dan saya di belakang. anehnya maksimal banget ini hahaha. akhirnya diajarin deh gimana cara formulating topic yang baik. sampe akhirnya bener-bener ngerti. sampe jam setengah 8 malem konsul, terus pulang.
besoknya langsung kumpul untuk tanda tangan pengajuan topik. ketemu dr. fedri lagi, langsung ngajuin judul yang saya udah pikirin semaleman dan udah dikaitkan juga dengan buku yang beliau kasih. senyum puas tersungging di wajah beliau, alhamdulillah judul diterima. langsung di tanda tangan juga oleh dr. Sharon. Alhamdulillah kegalauan berkurang..
dan hari senin lalu, 27 Februari 2012 jam 19.00, alhamdulillah udah resmi submit topic yang akan dikerjakan satu tahun ke depan. alhamdulillah, semoga ini bisa jadi awal yang baik. manisnya perjuangan untuk skripsi semoga bisa memberi banyak pelajaran, juga pengalaman..
so, this is my topic "Hubungan antara perilaku pemberian makan oleh ibu dengan status gizi anaknya di Jatinangor" :)
Tuesday, January 31, 2012
nilai!
UAS udah selesai, tapi saya baru liat nilai UTS. haha kemana aja deh lo deeees..
Jadi ceritanya dokter waliku itu seorang spesialis bedah vascular dan dia jarang ada di jatinangor. jadinya untuk liat nilai gue harus nyamperin beliau ke rumah sakit. sayangnya selama waktu ujian dan liburan kemarin, males banget melangkah ke tempat beliau hehe.
Singkat cerita, tadi pagi gue berempat ngadep dosen wali. setelah kesasar di rumah sakit yang akan jadi tempat koass gue nanti, akhirnya ketemu juga sama beliau. di ajak ke ruangan beliau, terus dikasih nilainya. deg-degan setengah mati. setengah hidup. haha UTS kmarin blajarnya ga serius soalnya, jadinya takut liat hasilnya.
Temen gue satu2 udah dikasih nilainya dan di komentarin kalo ada yg kurang bagus. tibalah saatnya! desty, wah nilai cvs (cardio vascular system) kamu bagus des. tapi bhp ( bioethic and humaniora program) kamu kurang nih. tingkatkan ya. hati mencelos, masih ga berani liat transkrip. dibilang bagus sama si dokter malah tmbah deg-degan.
Pas liat transkripnyaaaaa.....
Alhamdulillaaaah... Rasanya mau langsung ke parkiran. hahaha!
Alhamdulillah ya Rabb. pertolonganmu luar biasa!
Dan ini nilai gue :
CVS (8 sks) A
PHOP ( 1 sks) A
CRP (1 sks) B
BHP (1 sks) B
Semoga bisa bikin ayah dan ibu cukup bangga. special thanks to galuh chandra yang selalu nemenin belajar sampe maleeeem :)
Labels:
perkuliahan
Friday, January 27, 2012
cooking!
"Kalo dulu jadi masuk sekolah masak, skrg mungkin kmu enjoy banget ya kuliahnya? pasti seneng banget deh kuliahnya, ga tertekan kayak sekarang"
Kalo bisa jadi dokter dan pinter masak juga, kenapa ga? hehe.. I do enjoy my college. besides cooking, I also love studying. so attending med school wasn't a mistake!
Wednesday, January 25, 2012
Aisha!
Isn't she lovely
Isn't she wonderful
Isn't she precious
Less than one minute old
I never thought trough love we'd be
Making one as lovely as she
But isn't she lovely made from love
Isn't she pretty
Truly the angel's best
Boy, I'm so happy
We have ben heaven blessed
I can't believe what God has done
Through us He given life to one
But isn't she lovely made from love
Isn't she lovely
Life and love are the same
Life is Aisha
The meaning of her name
Aisha! beautiful name, isn't it?
Someday you'll be here Aisha. Being a precious gift that Allah brought for mommy and daddy :)
Labels:
future
Subscribe to:
Posts (Atom)