Universitas kita
Padjadjaran tempat bernaung
Insan abdi masyarakat
Pembina nusa bangsa
…
Sebuah lantunan lagu yang pasti akrab di telinga setiap civitas akademika di Universitas Padjadjaran. Termasuk saya dan seluruh warga Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Ada yang saya sangat suka dari lantunan lirik ini. Baris ketiga, insan abdi masyarakat.
Pengabdi masyarakat, itulah salah satu identitas mahasiswa yang sudah melekat di setiap individunya sejak mereka menyandang status mahasiswa. Disini, di FK UNPAD, sebuah pengabdian masyarakat merupakan sesuatu yang sangat akrab ditelinga. Setiap sudut menggaungkan kata pengabdian, terutama pengabdian masyarakat.
Seperti yang kita tahu kalo saat ini, Indonesia sedang menjadi langganan dari bencana. Apapun becananya, tempatnya Indonesia. dari bencana skala kecil yang hanya menimbulkan kerusakan yang tidak parah dan dapat diperbaiki sendiri, sampai bencana skala besar yang menyebabkan terjadinya kerusakan yang hebat dan membutuhkan banyak waktu, dana dan tenaga dalam rekonstruksi dan rehabilitasinya. Bahkan dapat juga menyebabkan terjadinya second disaster.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu factor terjadinya banyak bencana di negeri kita adalah kondisi geografis Indonesia yang memang sangat memungkinkan terjadinya bencana. Seperti misalnya, di Indonesia masih banyak terdapat gunung berapi yang statusnya aktif. Lalu, posisi Indonesia juga memungkinkan sekali untuk terjadinya gempa.
Menjadi seorang mahasiswa FK UNPAD membuat saya sadar bahwa salah satu bantuan yang paling dan sangat dibutuhkan saat terjadi suatu bencana adalah emergency medic. Bahkan sebuah badan siaga bencana di suatu Negara asing berkata bahwa Indonesia adalah tempat yang sangat pas untuk menimba pengalaman dalam hal emergency medic. Mungkin dikarenakan bencana yang terlalu sering menghantui. Oleh karena itu, saya melihat begitu besarnya peluang mahasiswa kedokteran untuk memberikan kontribusinya, untuk mengabdikan dirinya pada saat terjadi bencana, dengan memberikan bantuan sesuai dengan kompetensi yang kita miliki.
Tidak semua orang tertarik, tidak semua orang berani untuk terjun langsung ke lapangan saat bencana. Butuh niat, butuh keberanian, butuh kompetensi, butuh pengalaman, dan butuh hati.
Pada teorinya, siklus penanggulangan bencana terbagi dalam tiga fase. Fase pencegahan bencana, fase tanggap bencana, dan juga fase pasca bencana.
Dalam fase tanggap bencana, yang akan sangat berguna adalah kompetesi dalam emergency medic. Selain pertolongan yang diberikan kepada korban, fase ini juga meliputi pencarian para korban hilang, serta penyediaan sandang dan pangan dan juga sanitasi. Pada fase ini lokasi korban membutuhkan tim yang kompeten serta cekatan dalam melakukan tugasnya. Petugas-petugas dengan kompetensi Basic Life Support, resusitasi dan stabilisasi, serta Damage Control Surgery sangat diharapkan kehadirannya pada fase tanggap bencana. Kompetensi yang cukup sangat dituntut dikarenakan sedikit kesalahan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih jauh atau bahkan dapat menyebabkan second disaster.
Selanjutnya fase pasca bencana, aspek rekonstruksi dan rehabilitasi menjadi fokus utama. Pembangunan sarana dan prasarana menjadi fokus kegiatan, namun sebenarnya beberapa sistem sosialnya perlu ditata ulag agar dapat berjalan kehidupan sehari-hari seperti sedia kala. Aspek perekonomian dan juga pelayanan public harus sesegera mungkin diperbaiki. Untuk ranah kesehatan, mungkin kita dapat melakukan pendataan terhadap kerusakan yang terjadi dan juga dapat melakukan pendataan terhadap kebutuhan warga yang masih belum terpenuhi. Selain itu kita juga dapat membantu pembangunan sarana dan prasarana kesehatan yang rusak. Bencana memberikan dampak yang buruk pada mental penduduk dan mengingat harta benda mereka yang habis juga merupakan stressor yang dapat membuat seseorang agak ‘terganggu’, sehingga pendekatan personal kepada para korban, terutama kepada anak-anak untuk sekedar meringankan beban yang mereka tanggung, juga dapat kita lakukan.
Pada fase pencegahan becana, setidaknya ada usaha untuk mencegah terjadinya bencana, mitigasi bencana, dan juga pencerdasan kepada masyarakat tentang bencana agar mereka dapat menolong diri mereka sendiri atau keluarga mereka saat bencana terjadi atau setidaknya mengurangi sedikit kepanikan yang melanda saat terjadi bencana. Dapat juga dilakukan simulasi bencana kepada masyarakat. Selain itu, masyarakat juga dapat dijelaskan mengenai early warning dari terjadinya suatu bencana baik yang tradisional maupun yang modern. Sistem informasi juag harus terus dibangun agar saat terjadi bencana, beritanya dapat langsung tersebar sehingga dapat langsung mendapatkan pertolongan.
Di padang, terdapat sebuah instansi langsung dibawah koordinasi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, yaitu Emergency Rescue and Response FK UNAND , sebuah badan yang terdiri dari para mahasiswa yang tergabung dalam banmed-banmed di Fk UNAND dan juga pihak fakultas, yang turut serta melakukan siklus penanggulangan Gempa Padang. Sejak awal bencana itu terjadi, sampai saat ini ketika mereka membantu rekonstruksi dan rehabilitasi daerah gempa.
Di Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga melakukan hal yang serupa. Mereka membentuk Disaster Rescue Team yang siap diluncurkan ketika bencana-bencana terjadi di sekitar mereka. Bahkan mereka sudah mendapatkan sebuah pelatihan International Training Consortium on Disaster Risk Reduction yang bekerjasama dengan WHO dan juga DepKes RI.
Bahkan rekan kita, FK Maranatha juga sudah sukses dengan crisis centernya.
Lalu kita? Satu-satunya Fakultas Kedokteran Negeri di Jawa Barat, apakah sudah bertindak sejauh itu? Apakah pernah punya mimpi kea rah sana? Apakah kita juga ingin menciptakan suatu alur koordinasi yang rapi agar pertolongan yang kita berikan kepada para korban itu menjadi efektif dan efisien? Sudah siapkah kita? Sudah mampukah kita? Adakah hati kecil ini masih hidup untuk bergerak bersama?
Thursday, July 15, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment